Karakteritik, Pencernaan, dan Metabolisme Mineral
DEFINISI
MINERAL
Mineral merupakan
komponen utama dalam makanan. Semua makanan mengandung mineral yang jumlahnya
bermacam-macam. Bahan mineral dapat berupa garam anorganik/bahan organik atau
dapat digabung dengan bahan organik, seperti fosfor yang digabung dengan
fosfoprotein dan logam digabung dengan enzim. Biasanya mineral dikelompokkan
menjadi 2 golongan, yaitu komponen garam utama dan unsur sepora (garam
tambahan/pelengkap).
Komponen garam utama
mencakup Potassium, Natrium, Kalsium, Magnesium, Klorida, Sulfat, Fosfat, dan
Bikarbonat. Komponen unsur sepora dapat dipilih menjadi 3 golongan, yaitu: Unsur
gizi esensial (Fe, Cu, I, Co, Mn, dan Zn); Unsur non gizi, tidak toksik (Al, B,
Ni, Sn, dan Cr); Unsur non gizi, toksik (Hg, Pb, As, Cd, dan Sb).
Mineral merupakan
suatu zat organik yang terdapat dalam kehidupan alam maupun dalam makhluk
hidup. Di alam, mineral merupakan unsur penting dalam tanah, bebatuan, air dan
udara. Sekitar 50% mineral tubuh terdiri atas kalsium, 25% fosfor, dan 25%
lainnya terdiri atas mineral lain.
Mineral merupakan
kebutuhan tubuh yang mempunyai peranan
penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, seperti untuk pengaturan kerja
enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu pembentukan ikatan
yang memerlukan mineral seperti pembentukan haemoglobin.
Mineral dibagi
menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain kalsium (Ca), fosfor (P),
potassium (K), sulfur (S), natrium (Na), klor (Cl), dan magnesium (Mg), dan
mikroelemen antara lain besi (Fe), iodium (I), seng (Zn), mangan (Mn), dan
kobal (Co).
Mineral sering
dipengaruhi oleh adanya kandungan makanan lain. Penyerapan mineral diturunkan
oleh serat dan perilaku besi, seng, dan kalsium menunjukkan bahwa antaraksi
terjadi dengan fitat. Fitat dapat membentuk senyawa kompleks yang tidak larut
dengan besi dan seng yang dapat mengganggu penyerapan kalsium dengan
menimbulkan pengikisan pada protein pengikat kalsium dan usus.
PEMBAGIAN
MINERAL
Mineral dibagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh, antara lain:
1.
Makromineral (Kalsium, Fosfor,
Magnesium, Natrium, Potassium, Klorida dan Sulfur).
2.
Mikromineral (Zat besi, Seng, Tembaga
dan Florida).
3.
Ultrace mineral diperlukan dalam
jumlah yang sangat kecil (Yodium, Selenium, Mangan, Kronium, Molibdenim, Baron
dan Kobalt).
Mineral terdapat
dalam makanan maupun dalam tubuh terutama dalam bentuk ion yang dapat bermuatan
positif/negative. Selain itu juga dapat merupakan bagian dari senyawa organik
yang berperan dalam metabolisme tubuh. Mineral juga dapat diperoleh dalam
suplemen atau pil. Suplementasi mineral dapat dikonsumsi bila kebutuhan dari
makanan tidak dapat terpenuhi. Di daerah pegunungan dengan kandungan yodium
yang rendah pada tanah dan airnya, sementara bahan makanan sumber seperti ikan
laut sulit didapat, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium untuk
menghindari efek yang tidak diinginkan dari kekurangan yodium jangka panjang.
FUNGSI
MINERAL DALAM PROSES BIOKIMIA PADA BAHAN MAKANAN
1.
Komponen penting senyawa dalam tubuh
seperti Kalsium dan Fosfor sebagai penyusun struktur tulang dan gigi.
2.
Kofaktor/metaloenzim dalam reaksi
biologis. Mineral akan berikatan dengan enzim tertentu dan mengaktifkan enzim
yang bersangkutan, sehingga berbagai reaksi biologis dalam tubuh dapat terus
berlangsung. Selain itu, mineral berikatan dengan komponen protein dan
mempengaruhi aktivitas protein yang bersangkutan, yakni peran besi sebagai
bagian dari hemoglobin pada sel darah merah.
3.
Fasilitator penyerapan dan transport
zat gizi. Penyerapan dan transport beberapa zat gizi sangat bergantung pada
beberapa mineral, seperti sodium yang berperan penting dalam penyerapan
karbohidrat dan kalsium yang memfasilitasi penyerapan vitamin B12.
4.
Menjaga keseimbangan asam-basa tubuh.
Sebagian besar reaksi kimia di tubuh dapat berlangsung bila keasaman cairan
tubuh sedikit di atas netral. Keasaman cairan tubuh sangat ditentukan oleh
konsentrasi relative dari ion H+ dan OH- . Beberapa mineral memiliki tendensi
untuk berikatan dengan ion lainnya.
5.
Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Mineral dalam bentuk ion mempunyai pengaruh besar terhadap perpindahan cairan
tubuh baik dari luar sel maupun inter sel ke pembuluh darah. Mekanisme ini
secara keseluruhan turut serta mengontrol keseimbangan cairan diseluruh tubuh
sehingga proses metabolisme dapat terus berlangsung.
6.
Penghantar impuls saraf. Prinsip
mekanisme ini adalah perpindahan ion mineral antar sel saraf di sepanjang
serabut saraf. Mineral yang berperan terutama adalah Natrium dan Potassium yang
bekerja menghantarkan impuls antar membran sel serta kalsium yang akan
merangsang keseluruh saraf untuk mengeluarkan molekul Neuro transmitter,
mengikatnya dan menghantarkan ke sel saraf lain.
7.
Regulasi kontraksi otot, yakni
mineral yang terdapat di antara sel yang berperan dalam aktifitas otot. Kontraksi
otot memerlukan ion kalsium dalam jumlah cukup. Sedangkan relaksasi otot dapat
berlangsung normal berkat aktivitas ion Natrium, Potassium dan Magnesium.
KEGUNAAN
GARAM MINERAL
Adapun beberapa fungsi dan kegunaan
dari garam mineral, yaitu :
1.
Yodium / iodium / I
Zat mineral yodium biasanya
terdapat pada garam dapur yang tersedia bebas di pasaran, namun tidak semua
jenis dan merk garam dapur mengandung yodium. Yodium juga dapat membantu
mencegah penyakit gondok, gondong atau gondongan. Yodium juga berfungsi untuk
membentuk zat tirasin yang terbentuk pada kelenjar tiroid.
2.
Phosphor / fosfor / P
Fosfor berfungsi untuk
pembentukan tulang dan membentuk gigi.
3.
Cobalt / kobal / Co
Cobalt memiliki fungsi untuk
membentuk pembuluh darah serta pembangun.
4.
Chlor / Klor / Cl
Digunakan tubuh kita untuk
membentuk HCl atau asam klorida pada lambung. HCl memiliki kegunaan membunuh
kuman bibit penyakit dalam lambung dan juga mengakifkan pepsinogen menjadi
pepsin.
5.
Magnesium / Mg
Digunakan sebagai zat yang
membentuk sel darah merah berupa zat pengikat oksigen dan hemoglobin.
6.
Mangaan / mangan / Mn
Berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan tubuh kita dan sistem reproduksi.
7.
Tembaga / Cuprum / Cu
Digunakan sebagai pembentuk
hemoglobin pada sel darah merah.
8.
Kalsium / calcium / Ca
Kalsium disebut juga zat kapur,
yaitu zat mineral yang berfungsi dalam membentuk tulang dan gigi serta memiliki
peran dalam vitalitas otot pada tubuh.
9.
Potassium / K
Berfungsi sebagai pembentuk
aktivitas otot jantung.
10. Zincum
/ Zinc / seng / Zn
Seng oleh tubuh dibutuhkan untuk membentuk enzim dan hormon
penting. Selain itu, zinc juga berfungsi sebagai pemelihara beberapa jenis
enzim, hormon dan aktifitas indra pengecap atau lidah kita.
11. Sulfur
atau belerang
Zat ini memiliki andil dalam
membentuk protenin di dalam tubuh
12. Flour
/ F
Berperan untuk pembentukan
lapisan email gigi yang melindungi dari segala macam gangguan pada gigi.
METABOLISME
MINERAL
Mineral, (kecuali K
dan Na), membentuk garam dan senyawa lain yang relatif sukar larut, sehingga
sukar diabsorpsi. Absorpsi mineral sering memerlukan protein pengemban spesifik
(spesific carrier proteins), sintesis protein ini berperan sebagai mekanisme penting
untuk mengatur kadar mineral dalam tubuh.
Ekskresi sebagian
besar mineral melalui ginjal, ada juga disekresi kedalam getah pencernaan,
empedu dan hilang dalam feses. Kelainan akibat kekurangan mineral. Kekurangan
intake semua mineral esensial dapat menyebabkan sindroma klinik.Bila terjadi
difisiensi biasanya sekunder, akibat malabsorpsi, perdarahan, berlebihan
(besi), penyakit ginjal(kalsium), atau problem klinis lain. Kelaianan akibat
kelebihan mineral. Kelebihan intake dari hampir semua mineral menyebabkan
gejala toksik.
Sumber dan kebutuhan
mineral sehari-hari. Mineral esensial dan unsur runutan ditemukan dalam
sebagian besar makanan, terutama biji-bijian utuh, buah, sayuran, susu, daging
dan ikan. Biasanya dalam makanan hanya dalam jumlah yang sedikit.
Di bumi kita ini
bnyak sekali mineral-mineral yang telah dimanfaatkan oleh manusia, tahu kah
anda jenis mineral dan apa-apa saja unsur yang terkandung di dalamnya, Mineral
yang terdapat dialam ada yang merupakan unsur bebas, ada pula yang merupakan gabungan
dari beberapa unsur.
1.
Kalsium (Ca)
Ca diabrospsi
duodenum dan jejunum proksimal oleh protein pengikat Ca yang disintesis
sebagagi respon terhadap kerja 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25-dihidroksi
vitamin D). Abrospsi dihambat oleh senyawa yang membentuk garam Ca yang tidak
larut. Kalsium diekskresi melalui ginjal bila kadarnya diatas 7 mg/100 ml. Sejumlah besar diekskresi melalui usus dan
hampir semuanya hilang dalam feses.
Untuk
mempertahankan kadar kalsium dalam keadaan normal, diperlukan interaksi
beberapa proses antara lain : (1) Pemasukan yang berasal dari makanan dan
absorpsi saluran cerna, (2) Pengeluaran melalui ekskresi urin dan feses, (3)
Keseimabnan formasi dan resorpsi tulang yang disebut sebagai dinamika tulang
(bone turnover). Untuk menjamin keseimbangan proses-proses diatas dengan baik
diperlukan pengaturan secara hormonal yaitu : Hormon paratiroid, Vitamin D, Kalsitonin
2.
Fosfat
Fosfat bebas
diabsorpsi dalam jejunum bagian tengah dan masuk aliran darah melalui sirkulasi
portal. Pengaturan absorpsi fosfat diatur oleh 1 , 25–dihidroksi kolekalsiferol
(1,25-dihidroksivitamin D). Fosfat ikut dalam pengaturan derivat aktif vitamin
D. Bila kadar fosfat serum rendah, pembentukan 1,25-dihidroksi vitamin D dalam
tubulus renalis dirangsang, sehingga terjadi penambahan absorpsi fosfat dari
usus. Deposisi fosfat sebagai hidroksiapatit dalam tulang diatur oleh kadar
hormon paratiroid. 1,25-dihidroksi vitamin D, memegang peranan yang
memungkinkan hormon paratiroid melakukan mobilisasi kalsium dan fosfat dari
tulang.
Ekskresi
fosfat terjadi terutama dalam ginjal. 80 persen – 90 persen fosfat plasma
difiltrasi pada glomerulus ginjal. Jumlah fosfat yang diekskresi dalam urin
menunjukkan perbedaan antara jumlah yang difiltrasi dan yang direabsorpsi oleh
tubulus proximal dan tubulus distal ginjal. 1,25-Dihidroksivitamin D merangsang
reabsorpsi fosfat bersama kalsium dalam tubulus proksimal. Hormon paratiroid
mengurangi reabsorpsi fosfat oleh tubulus renalis sehingga mengurangi efek
1,25-Dihidroksivitamin D pada ekskresi fosfat. Bila tidak ada efek kuat hormon
paratiroid, ginjal mampu memberi respon terhadap 1,25-dihidroksi vitamin D
dengan pengambilan semua fosfat yang difiltrasi.
3.
Natrium
Natrium
diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan energi), lalu dibawa oleh
aliran darah ke ginjal untuk disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah
dalam jumlah cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium akan dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormon aldosteron yang dikeluarkan
oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah menurun. Ekskresi natrium
terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan untuk
mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan
volume cairan tubuh.
Pengeluaran
natrium juga terjadi lewat pengeluaran keringat dan tinja dalam jumlah kecil.
Kekuran natrium dari rute-rute ini dapat mengakibatkan kematian pada kasus
berkeringat dan diare yang berlebihan. Ingesti natrium dipengaruhi oleh rasa
dan dorongan homeostatis (selera terhadap garam) untuk mempertahankan
keseimbangan natrium. Hewan mempunyai dorongan untuk memakan garam yang di picu
oleh natrium plasma yang rendah (Sectiono, 2004).
4.
Magnesium
Rumen
merupakan bagian penting pada penyerapan magnesium terutama pada domba (Thomas
dan Potter, 1976b; Field dan Munro, 1977) dan sapi (Greene et all., 1983b;
Khorasani et all., 1997). Kejadian metabolik dalam rumen kebanyakan ditentukan
dari jumlah konsumsi magnesium. Magnesium diabsorpsi melalui kombinasi transfor
aktif dan transfor pasif. Proses utama normalnya adalah transport pasif dan
dimulai pada membran apikal mukosa rumen, dimana uptake magnesium diarahkan
oleh perbedaan potensial negatif yang berbeda. Dan dihambat oleh konsentrasi
tinggi potassium dalam rumen. Proses carrier-mediated memungkinkan terjadinya
pertukaran ion magnesium dan hidrogen dan tidak sensitif terhadap potassium,
menjadi proses dominan pada konsentrasi magnesium luminal yang tinggi (Martens
dan Schweigel, 2000).
Absorpsi
magnesium diselesaikan oleh proses sekunder melalui transport aktif, terletak
dalam membran basolateral yang dapat disaturasi dan kontrol kealiran darah (Dua
dan Care, 1995). Dalam spesies tertentu, pengaruh utama pada absorpsi magnesium
adalah faktor yang dapat berpengaruh pada kelarutan konsentrasi magnesium dalam
rumen dan perbedaan potensial negatif diseluruh mukosa rumen. Magnesium sulit
difiltrasi di gromerulus dibanding kebanyakan makromineral, tetapi dalam jumlah
yang cukup difiltrasi dan lolos dari reabsorpsi tubuler yang dikeluarkan
melalui urin (Ebel dan Gunther, 1980).
5.
Potassium
Penyerapan
potassium terutama terjadi di usus halus non ruminansia oleh proses yang tidak
teratur. Pada ruminansia penyerapan potassium diabsorpsi secara pasif saat
memasuki rumen, selama proses ini terjadi penurunan perbedaan potensial apikal
pada permukaan mukosa. Potassium memasuki aliran darah sebagian besar melalui
membran basolateral dari mukosa usus. Ada mekanisme yang lebih baik untuk
mengangkut potassium melintasi membran dibandingkan unsur lainnya, tetapi pada
dasarnya mempertahankan konsentrasi intraseluler potassium tetap tinggi. Selain
itu, potassium juga sebagai pompa ATPase dan co-transporter, terdapat ATPase
dari hidrogen/ potassium dan enam jenis saluran potassium, masing-masing
mempunyai ciri khasnya masing-masing (Peterson, 1997). Penyesuaian short-term
untuk pasokan fluktuasi potassium dapat dibuat melalui perubahan fluks potasium
kedalam sel, di bawah pengaruh insulin (Lindeman dan Pederson, 1983).
Selanjutnya diperlukan untuk regulasi yang terletak pada sitotoksitas pada level sirkulasi
potassium yang tinggi.
Peraturan
status potasium tubuh dilakukan oleh ginjal, dimana reabsorpsi tubular dibatasi
jika berlebihan dibawah pengaruh aldosteron ( Kem dan Trachwsky, 1983). Namun
adaptasi terhadap potasium yang masuk dimulai pada usus, dimana sensor
splanknikus memberikan peringatan dini dari jumlah konsumsi yang berpotensi
mematikan (Rabinowitz, 1988). Respon terhadap sensor melibatkan peningkatan
aktivitas ion ATPase natrium/potassium dan peningkatan jumlah pemompaan di
membran basolateral pada tubulus distal ginjal dan usus yang menyebabkan
peningkatan ekskresi potassium pada rute saluran kemih dan fases.
Pada
ruminansia potassium adalah kation utama dalam proses berkeringat, mungkin
karena rasio potasium yang tinggi dibanding natrium pada diet alami ruminansia
dari rumput (Bell, 1995). Kehilangan potasium meningkat pada suhu lingkungan
yang banyak terjadi pada bos indicus dibanding bos taurus (Johnson, 1970) pada
temperatur tertentu, meskipun tingkat berkeringat lebih rendah. Potassium juga
merupakan kation utama yang disekresi dalam susu; konsentrasi tidak meningkat
pada asupan potassium diet tinggi, tetapi menurun selama terjadi kekurangan
potassium (Pradhan dan Hemken, 1969). Kehilangan ekskretori potasium pada anak
sapi dapat meningkat oleh stress pada saat transportasi sebgai akibat dari
peningkatan aktivitas aldosteron (Hutcheson dan Cole, 1986).
6.
Besi (Fe)
Absorbsi zat besi dipengaruhi
oleh banyak faktor yaitu :
- Kebutuhan tubuh akan besi,
tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang,
maka penyerapan besi akan meningkat.
- Rendahnya asam klorida pada
lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam klorida akan mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
- Adanya vitamin C gugus SH
(sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan absorbsi karena dapat
mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan
absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.
Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan
besi sebesar 25 – 50 persen.
- Kelebihan fosfat di dalam usus
dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang tidak dapat diserap.
- Adanya fitat juga akan
menurunkan ketersediaan Fe
- Protein hewani dapat
meningkatkan penyerapan Fe
- Fungsi usus yang terganggu,
misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.Penyakit infeksi juga dapat
menurunkan penyerapan Fe.
Zat besi diserap di dalam
duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks. Proses ini
meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut :
- Besi yang terdapat di dalam
bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula mengalami proses
pencernaan.
- Di dalam lambung Fe3+ larut
dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan direduksi menjadi
Fe2+.
- Di dalam usus Fe2+ dioksidasi
menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang kemudian
ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
- Di dalam plasma, Fe2+
dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin. Transferitin
mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin.
Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.
- Transferrin mengangkut Fe2+ ke
dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa,
sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini
bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi
yang terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.
Pengangkutan dan Penyimpanan
Besi :
Ketika besi
diabsorbsi dari usus halus menuju ke plasma darah, besi tersebut bergabung
dengan apotransferin membentuk transferin, yang selanjutnya diangkut dalam plasma
darah. Besi dan apotransferin berikatan secara longgar, sehingga memungkinkan
untuk melepaskan partikel besi ke sel jaringan dalam tubuh yang membutuhkan.
Absorbsi besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh. Absorbsi besi
rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya jika cadangan besi rendah absorbsi
besi ditingkatkan.
Setelah itu,
besi dalam tranferin di plasma darah masuk ke dalam sumsum tulang untuk
pembentukan eritrosit dan hemoglobin. Besi yang berlebih akan bergabung dengan protein apoferritin,
membentuk ferritin dan disimpan dalam sistem retikuloendotelial (RE). Oleh
karena apoferritin mempunyai berat molekul besar, 460.000, ferritin bisa
mengikat sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebagai ferritin disebut besi
cadangan. Ditempat penyimpanan, terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang
sedikit dan bersifat tidak larut, yang disebut hemosiderin.
Bila jumlah
besi dalam plasma sangat rendah, besi yang terdapat dipenyimpanan ferritin
dilepaskan dengan mudah ke dalam plasma, dan diangkut dalam bentuk transferin
dan kembali ke sumsum tulang untuk dibentuk eritrosit. Bila umur eritrosit
sudah habis dan sel dihancurkan, maka hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan
dicerna oleh sistem makrofag-monosit. Disini terjadi pelepasan besi bebas, dan
disimpan terutama di tempat penyimpanan
ferritin yang akan digunakan untuk kebutuhan pembentukan hemoglobin
baru.
7.
Zink
Seperti halya
besi, zink diabsorpsi relatif sedikit. Dari konsumsi zink 4-14 mg/hari, hanya
10-40 %-nya yang diabsorpsi. Absorpsi menurun dengan adanya agen pengikat atau
kelat sehingga mineral tersebut tidak terserap. Zink berikatan dengan ligan
yang mengandung sulfur, nitrogen atau oksigen. Zink membentuk kompleks dengan
fosfat (PO4), klorida (Cl-) dan karbonat (HCO3). Buffer N-2-hydroxyethyl-pysera-zine-N′-2-ethanesulfonic
acid (HEPES) berefek kecil terhadap ikatan zink dengan ligan tersebut. Zink
dapat berikatan dengan ligan tersebut dan diekskresikan melalui feces. Orang
yang menderita geophagic dan/atau yang mengkonsumsi makanan tinggi fitat
(khususnya produk sereal) berresiko defisiensi zink. Oberleas (1993) diacu
dalam Berdanier (1998) telah memperhitungkan bahwa diet dengan rasio fitat dan
zink lebih besar daripada 10, menyebabkan defisiensi zink, tanpa memperhatikan
jumlah total zink dalam diet tersebut. Pada sistem pencernaan, mineral dicerna
di usus halus.
8.
Tembaga
Unsur tembaga
yang terdapat dalam makanan melalui saluran pencernaan diserap dan diangkut
melalui darah. Segera setelah masuk peredaran darah, unsur tembaga akan
berikatan dengan protein albumin. Kemudian diantarkan dan dilepaskan kepada
jaringan-jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein membentuk
enzim-enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90 – 94% tembaga dari
total kandungan tembaga dalam tubuh. Ekskresi utama unsur ini ialah melalui
empedu, sedikit bersama air seni dan dalam jumlah yang relatif kecil bersama
keringat dan air susu. Jika terjadi gangguan-gangguan pada rute pembuangan
empedu, unsur ini akan diekskresi bersama air seni (INOUE et al., 2002).
9.
Selenium
Metabolisme selenium :
Pemecahan
antara absorbsi selenium dan ketersediaan selenium mengakibatkan perbedaan
besar dalam post-absorbsi metabolism antara selenomethionin dan sumber lain
selenium (burk et al., 2001). Hal ini menimbulkan efek pada retensi selenium,
ekskresi dan transfer pada plasenta dan mammary.
Jalur terpisah :
Selenomethionin
memeasuki penyimpanan methionine dan proporsi variable menjadi dimana
methionine lebih dibutuhkan dibanding selenium, tetapi konversi parsial menjadi
selenocystine (seCys) melalui lyase dan adenosilmethionine mungkin terjadi
(NRC, 2005). seCy dapat dimasukkan ke selenoprotein P dalam hati dan dibawa ke
plasma (Davidson and kennedy, 1993), dimana diambil dan dimasukkan kedalam
salah satu dari banyak fungsional selenophospatsintase dalam jaringan. Selenite
dan selenate direduksi menjadi selenide dan dimasukkan ke dalam seleno protein
P. dosis oral dan parenteral dari 75 selenomethionine sama- sama di metabolisme
setelah melalui hati, clearance aliran darah sangat lambat (paruh waktu dalam
plasma 12 hari). Sebagian besar disimpan dalam otot (putih et al., 1988) dan
selenium dipertahankan dalam hati dan ginjal yang berikatan dengan protein
(ehlig et al., 1967).
Sebaliknya,
clearance selenocytine atau selenium anorganik terlalu cepat. Masuknya
seleniumcytin ke dalam eritrosit cytosolic glutasi peroksidasi(GPX) terjadi
pada eritropoiesis dan terjadi lag sebelum hasil GPX dilepaskan pada aliran
darah. Selenomethionin, disisi lain dapat dimasukkan kedalam eritrosit sebagai
methionin dalam hemoglobin (beilstein dan whanger, 1986). Beberapa transfer
selenium dari selenomethionin ke selenocystine terjadi selama transsilverasi
atau transaminasi kecuali dan sampai hal tersebut terjadi, selenomethionin (bukan
selenocystine) dipengaruhi oleh pasokan dan kebutuhan methionin. Jika konsumsi
kekurangan methionin, suplementasi selenomethionin dengan selenomethionin dapat
meningkatkan selenium dalam jaringan selama penurunan aktivitasi GPX
(Waschulewski dan sunde, 1988) pada saat kebutuhan methionin tinggi seperti
pada awal laktasi dan masa penyapihan. Pada ruminansia, metabolism selenium
akan berlangsung dipengaruhi oleh pengurangan sulfur dan pasokan nitrogen dan
faktor lain yang mempengaruhi sintesis mikroba pada rumen.
No comments for "Karakteritik, Pencernaan, dan Metabolisme Mineral"
Post a Comment